Postingan

Menampilkan postingan dari Desember 31, 2017

Cerpen: Ironi Kartidjo (1)

Setengah mengeluh, Kartidjo tetap bekerja menghitung surat suara. Sebentar dilongoknya arsip dan berkas-berkas dari kabupaten. Satu persatu, tangannya yang mulai merenta, membolak-balik data nama pemilih. Kacamatanya yang berbingkai hitam tebal, menambah kesan ketuaan. “Ini kopinya, Pak!” Salimah menyodorkan segelas kopi pahit kesukaannya. “Taruh saja di situ, Bune !” Jawab Kartidjo tanpa menoleh. “Karmin ke mana, Bune ?” “Ada apa, Pak!” Karmin tiba-tiba menyahut dari balik pintu sambil menenteng sepatu bututnya. “Lho, sepatumu kok dicangking, le ?” “ Kecebur sawah, Pak. Tadi jalan di tegalan licin. Teruus...” “Ya, sudah. Banyak alasan. Nanti setelah kamu mandi, kamu pasang spanduk pilihan gubernur ini di balai desa!” kata Kartidjo. Mendengar permintaan bapaknya, Karmin hanya mengangguk. Karmin tahu, perintah bapaknya adalah harga mati, tak mungkin ditolak. Meskipun niat semula Karmin ingin bermain sepak bola di lapangan desa, tapi Karmin segera mengurungkan niatnya.