Postingan

Menampilkan postingan dari Januari 7, 2018

Cerpen: Ironi Kartidjo (2)

.... Salimah terdiam. Sepenuhnya Salimah setuju dengan kata-kata suaminya. Terkadang, kehormatan keluarga harus diletakkan dalam kedudukan atau jabatan. Setidaknya, seluruh keturunan akan mengenangnya sebagai orang besar. Salimah bimbang. Hutang karena kalah dalam pencalonan kades 3 tahun yang lalu masih menumpuk. Belum lagi, cicilan motor yang belum kelar. Biaya sekolah Karmin dan Tiwi juga dipastikan terus naik. Katanya ada dana BOS, tapi tetap saja ada pungutan sekolah. Lalu, darimana semua kebutuhan itu bisa tercukupi. Sawah warisan sudah ludes. Sertifikat rumah saja masih tertahan di bank. Apa mungkin suaminya masih bisa membiayai pencalonannya nanti. Salimah menatap suaminya, yang masih sibuk mengolak-alik data warga. Diam-diam, Salimah mengagumi keteguhan suaminya. 30 tahun yang lalu, Kartidjo menyunting dirinya. Dengan bekal ijazah SPG-nya, Kartidjo berhasil meyakinkan ibu atau neneknya Karmin. “Saya sudah diterima bekerja sebagai guru honorer di desa Wanasuta, di bawah