Postingan

Menampilkan postingan dari Januari 14, 2018

Cerpen: Ironi Kartidjo (3)

... Setelah kekalahannya, Kartidjo kembali ber-“sekolah”. Teman-teman sejawatnya memakluminya, bila berhari-hari Kartidjo tidak berdinas. Ya, Kartidjo memang bukan lagi guru biasa. Sejak 10 tahun yang lalu, Kartidjo diangkat menjadi kepala sekolah. Itu diperolehnya setelah ia mendapatkan ijazah sarjana pendidikan di IKIP Semarang. Dan, kini menjelang pilkades berikutnya, Kartidjo makin membulatkan tekad. Seperti hendak mempraktikkan ilmu politiknya dulu, Kartidjo pun mulai bergerilya. Hampir tiap malam, Kartidjo menyambangi warga. Pada saat pertemuan-pertemuan RW, Kartidjo juga hadir. Ia pun mengumbar jiwa sosialnya. “Bapak Ibu sekaliyan. Dengan keprihatinan mendalam dan dengan ketulusan hati, saya akan menanggung semua biaya pembangunan rumah Mbah Salim!” Sambutan Kartidjo disambut meriah. Mbak Salim, yang sudah hidup sebatang kara, ikut tersenyum. “Terima kasih, mas Kartidjo, yang sudi berbaik hati membangun gubug reot saya. Gusti ora sare, nak Mas!” ucap Mbak Salim berbinar.