Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Bu Tejo (dan Kita)

Gambar
Menilai sebuah film, memberi pendapat tentangnya, apakah itu tema, tokoh, setting, maupun musiknya adalah kebebasan hermeneutik penontonnya. Orang bisa berdebat, berbeda pendapat. Bahkan para sineas pun tidak pernah memaksa pemahaman para penontonnya dengan satu tafsir.  Begitu pun dengan pendapat yang menganggap sebuah film atau tontonan yang sejatinya hiburan akan menjadi "tidak menghibur" lagi jika ditafsir dengan kajian-kajian serius. Ya. Silakan saja. Tokh sejatinya sebuah tontonan pasti dibuat dengan tujuan tertentu. Bahkan untuk sekadar "iseng" juga sudah merupakan tujuan. Nah, ada satu film yang sedang viral belakangan, karena temanya yang sangat dekat dengan kita. Tentang pergunjingan dan menggunjingkan; bukankah itu candu yang memabukkan? Yang dengan bebas, saya komentari dengan penafsiran versi saya sendiri. Dan, Anda pun bebas untuk menafsirkannya ataupun tidak. salah satu tangkapan layar di film "Tilik" Berikut tulisan saya di  kompasiana   de

The Power of Love

Pagi-pagi sekali, ia (sebut saja Pak Dar) sudah berangkat menyusuri jalan Kalimalang menuju Pasar Minggu. Di setang motornya, bergelantungan tas dinasnya, satu botol minuman, dan satu botol plastik ukuran 1 liter berisi premium. Kok premium? Iya, selain untukberjaga-jaga untuk kebutuhannya sendiri, botol isi premium tersebut juga disiapkan untuk orang-orang lain yang membutuhkan. Benarlah, belum seratus meter dari jalan Curug Kalimalang, Pak Dar melihat seseorang sedang menu ntun sepeda motornya dengan tergesa. Tanpa basa-basi, ia langsung berhenti persis di depan pengendara motor tersebut, seolah menghadang. Pengendara kaget dan bingung. Pagi-pagi buta begini, segala kemungkinan terburuk pun mungkin saja terjadi. Maka, si pengendara semakin bergegas menuntun sepeda motornya. Ini Jakarta, Bung! Lengah sedikit nasib orang bisa berubah dalam hitungan detik. Pak Dar menyadari hal itu, sebab hampir setiap hari ia mengalaminya. Pak Dar melempar senyum, lalu menyapa: "Mogok mas.

Covid-19, WFH, dan Anak

... Pagi ini, si anak sulung yang masih umur 5 tahun, tiba-tiba bertanya, "Ayah, masih kerja online?" Tiga detik saya terdiam. Entah apa yang "merasukinya", sehingga pagi persis setelah dia bangun, menanyakan perihal pekerjaan ayahnya. ... selengkapnya di link kompasiana -->  Covid-19, WFH, dan Anak

AGH, PENSIUN?

Gambar
"Niatnya persiapan pensiun; buat kue, tapi gak enaaak." Seorang ibu, di usia jelang pensiun, mengupload kue hasil olahannya, di FB. Hati saya meleleh. Kenapa? Wajarlah, karena ibu ini tidak terbiasa membuat kue, di luar pekerjaannya sehari-hari. (ilustrasi) www.liputan6.com Di belahan "negeri" yang lain, banyak pegawai senior yang tidak mempersiapkan apa-apa menjelang pensiunnya, kecuali menunjukkan muka masam dan mengeluh;  - "Tampaknya kita sedang disingkirkan!"  - "Kok, sekarang banyak merekrut anak muda?" - "Sungguh tidak manusiawi, masak aku diminta mundur sebelum pensiun?" Tidak bisa disangkal bahwa hampir setiap pegawai mengalami "kecemasan" menjelang usia pensiun. Definisi pensiun terlanjur mendekati perspektif tidak berdaya, tidak berguna, tidak produktif.  Sikap ini yang ditunjukkan kebanyakan orang. Bahkan sekalipun ia pensiun dengan ratusan juta pesangon.  Tetapi, aktivitas membuat kue, seperti yan

MASUK BENGKEL

Gambar
Dalam perjalanan ke kantor, saya dikejutkan dengan menyalanya lampu di sebelah kanan dan kiri di area layar speedometer. Saya tidak tahu secara persis apa penyebabnya, tetapi saya tahu ada yang tidak beres di kendaraan saya. Maka, saya segera menepi. Saya periksa secukupnya; gas masih bisa menyala seperti biasa. Sebenarnya agak khawatir juga, tiba-tiba mogok di tengah jalan, sementara jarak tempuh masih setengah perjalanan. Hingga akhirnya sampai di kantor tanpa kendala. Segera saya googling, tanda apakah lampu-lampu warna merah dan kuning yang tidak seperti biasanya itu. Intinya, ada beberapa bagian atau komponen yang kendur, tidak terpasang dengan baik, atau putus jaringan. Terbukti penunjuk spedometer mati. Untuk meyakinkan lagi, saya ceritakan kepada adik yang lebih tahu permesinan, dan dijawab singkat: "perlu service, mas!" Dalam perjalanan hidup, atau karir kita, terkadang kita diingatkan oleh tanda melalui "lampu-lampu" yang menyala tidak seperti biasanya

Tentangku

Gambar
Yohanes Budi Utomo Lahir di Purbalingga, tanggal 20 Mei.  Menyelesaikan studi filsafat-teologi di Universitas Sanata Dharma (tahun 2004), dilanjutkan studi Magister Management di Universitas Bunda Mulia (2014). Pernah terjun di dunia editing selama 3 tahun di sebuah penerbit di Jakarta (2005-2008).  Kemudian menekuni dunia pendidikan sebagai guru, lebih kurang 5 tahun. Dan, sejak tahun 2013 menekuni bidang pengembangan SDM di dunia pendidikan, sampai sekarang.  Di tahun 2007, mendirikan Komunitas Studi INSPICIO ( Inspiring The Civil Organism ) yang  concern  pada bidang kajian pendidikan dan humaniora.  Bersyukur telah terbit beberapa buku yang pernah dibidani, antara lain:  Mengenal Jati Diri  (Perca, 2008) ,  Tokoh Teater Indonesia  (Nobel Edumedia, 2010),  Jelajah Alam  (Nobel Edumedia, 2010), dan  Teater Tradisional Jawa  (Nobel Edumedia, 2010), serta Berpikir Positif  (Nobel: Jakata, 2011).  Sampai sekarang masih aktif menulis artikel populer dan sep

KINTSUGI

Gambar
Kintsugi adalah seni memperbaiki benda pecah belah, dengan emas. Wow. Emas? Iya. Adalah Ashikasa Yoshimasa, seorang shogun yang awalnya meminta pengrajin Jepang memperbaiki mangkuk teh yang pecah, agar menjadi lebih indah. Mangkuk pun diperbaiki, dan ditambal dengan emas. Hasilnya, di luar dugaan. Mangkok yang pecah, menjadi sangat indah dan bernilai tinggi. Apakah hikmat dari seni Kintsugi ini? Kintsugi dimaknai tidak sekadar menambal (memperbaiki) mangkok pecah dengan emas. Kintsugi, seni mengelola hidup. Merasa diri paling gagal, tidak berguna, atau tidak memiliki kemampuan seperti yang lain, terkadang muncul dan mengganggu. Pertanyaannya, mau kita terus menerus terpuruk? Tentu tidak. Paling penting bukan di "rasa merasa" itu, tetapi bagaimana menambal "retak-retak" nya. Dengan apa? - Gembirakanlah hati di setiap karya - Terbuka pada kritik dan menerimanya dengan senang hati - Tunjukkan karya dengan dedikasi, jika perlu: prestasi dan sederet hal lai