ROBOHNYA PANGGUNG KARYO
Sebuah Cerpen Bagi Karyo, pantang berdebat dengan Salmah, istrinya. Apalagi perihal remeh temeh menyangkut urusan dapur. Bukan karena tak sepaham. Tetapi, bagi Karyo, Salmah lebih paham urusan belakang. Namun, tentang satu hal ini, Karyo merasa perlu tak bisa lagi berdiam diri. “Sudahlah. Bune tidak usah cawe-cawe! Semuanya sudah diatur!” “Diatur bagaimana pak. Hutang kita masih banyak! Lha kalau bapak nyalon kades lagi, terus hutang-hutang itu mau dibayar pake apa: Pasir?! Daun?!” sahut Salmah kesal. “ Bune percaya saja sama bapak-bapak di atas. Mereka yang urus semua.” “Aku cuma percaya pada Gusti Allah, pak!” “Bukan begitu, bu. Pengalaman pahit pilihan kades periode yang lalu, membuat bapak belajar. Sekarang bapak harus bisa lobi anu, pejabat ini, pejabat itu, termasuk para tokoh masyarakat, mulai dari tetua desa, para ulama, kelompok-kelompok pengajian dan lain-lain. Termasuk, yang tidak kalah penting adalah mohon doa restu mbah Larik, yang bisa back up